1.Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar
Dewantara adalah pahlawan nasional sekaligus menyandang bapak pendidikan. Nama
asilnya adalah Raden Mas Soewardi Soerjaningrat. Tapi pada tahun 1922 lebih
dikenal menjadi Ki Hadjar Dewantara. Beberapa sumber menyebutkan dengan bahasa
Jawanya yaitu Ki Hajar Dewantoro. Ki Hajar Dewantara lahir di daerah Pakualaman
pada tanggal 2 Mei 1889 dan meninggal di Kota Yogyakarta pada tanggal 26 April
1959 ketika umur 69 tahun. Selanjutnya, bapak pendidikan yang biasa dipanggil
sebagai Soewardi merupakan aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, politisi,
kolumnis, dan pelopor pendidikan bagi bumi putra Indonesia ketika Indonesia
masih dikuasai oleh Hindia Belanda. Ki Hajar Dewantara merupakan pendiri
Perguruan Taman Siswa, suatu organisasi pendidikan yang memberikan kesempatan
untuk para pribumi agar bisa mendapatkan hak pendidikan yang setara seperti
kaum priyayi dan juga orang-orang Belanda. Ki Hajar Dewantara yang lahir pada
tanggal 2 Mei kini diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Ki Hajar Dewantara punya tiga semboyan yang terkenal yaitu Ing Ngarso Sung
Tulodho yang berarti di depan memberi contoh, Ing Madya Mangun Karso yang
berarti di tengah memberikan semangat dan Tut Wuri Handayani yang berarti di
belakang memberikan dorongan.
Diambil tanggal 12
mei 2020 pukul 14:00
2.R.A Lasmidiningrat
Lasminingrat adalah
anak Raden Haji Moehammad Moesa, seorang perintis kesusastraan cetak Sunda,
pengarang, ulama, dan tokoh Sunda abad ke-19. Ia lahir di Garut pada 1843.
Lasminingrat kecil harus berpisah dengan keluarga dan pindah dari Garut ke
Sumedang untuk belajar membaca, menulis, dan tak ketinggalan, mempelajari
bahasa Belanda. Di sana ia diasuh oleh teman Belanda ayahnya, Levyson Norman.
Karena didikan Norman, Lasminingrat tercatat sebagai perempuan pribumi
satu-satunya yang mahir dalam menulis dan berbahasa Belanda pada masanya. Pada
1871 ia kembali dan menetap di Pendopo Kabupaten Garut. Di tahun itu pula, ia menulis
beberapa buku berbahasa Sunda yang ditujukan untuk anak-anak sekolah. Buah
tidak akan jatuh jauh dari pohonnya. Ungkapan ini serasa pas untuk
menggambarkan bakat menulis Lasminingrat yang menurun dari ayahnya. Adik
Lasminingrat, yaitu Kartawinata, juga dikenal sebagai seorang penulis Sunda.
Buku-buku Lasminingrat merupakan buku untuk anak-anak sekolah, baik karangannya
sendiri maupun terjemahan. Pada 1875 ia menerbitkan buku Carita Erman yang
merupakan terjemahan dari Christoph von Schmid. Buku ini dicetak sebanyak 6.015
eksemplar dengan menggunakan aksara Jawa, lalu mengalami cetak ulang pada 1911
dalam aksara Jawa dan 1922 dalam aksara Latin
Diambil tanggal 12 mei 2020 pukul 14:00
3.Roehana Koeddoes
Ialah Roehana
Koeddoes yang dilahirkan di Koto Gadang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, 20
Desember 1884. Jurnalis wanita pertama di Indonesia ini dilahirkan dari
pasangan Mohamad Rasjad Maharadja Soetan, seorang hoofdjaksa atau jaksa kepala,
dan Kiam.
Ia sendiri keturunan
Datuk Dinagari dari Puak Kato, salah satu keluarga terpandang di Koto Gadang
yang memiliki jalur matrilineal tertua. Sulung dari 26 bersaudara ini juga
kakak tiri dari Soetan Sjahrir, Perdana Menteri pertama RI, bibi penyair
terkenal Chairil Anwar, dan juga sepupu H. Agus Salim.Roehana hidup di era yang
sama dengan Kartini, yang mana akses perempuan untuk mendapatkan pendidikan
yang baik seperti laki-laki sangat dibatasi.Ia sendiri tidak bisa mendapatkan
pendidikan secara formal, namun ia rajin belajar dengan ayahnya yang selalu
membawakannya bahan bacaan dari kantor.
Semangat belajar dan
keingin tahuannya yang tinggi membuatnya cepat menguasai materi yang diajarkan.
Di usia yang masih sangat belia, ia sudah bisa menulis dan membaca, serta
berbahasa Belanda. Ia juga mempelajari
abjad Arab, Latin, dan Arab-Melayu.Pekerjaan ayahnya sebagai jaksa kepala yang
menuntut harus tinggal berpindah-pindah, begitu pula dengan Roehana.
Ketika ayahnya
ditugaskan ke Alahan Panjang, ia belajar banyak hal dari tetangganya yang juga
seorang jaksa, Lebi Rajo nan Soetan dan istrinya Adiesah.Karena pasangan ini
belum memiliki momongan, ia mendapat perhatian dan kasih sayang dari tetangga.Ia
diajari membaca, menulis, dan merajut.
Merajut sendiri di era itu hanyalah keahlian yang dimiliki kaum
perempuan Belanda.
Tak hanya membaca
berbagai buku politik, sastra, dan hukum milik sang ayah, ia juga melahap
berbagai buku milik keluarga Lebi Rajo nan Soetan. Namun, pembelajaran tersebut
tidak berlangsung lama. Dua tahun kemudian, ayahnya kembali dipindah
tugaskan. Kali ini ke Simpang Tonang
Talu. Untuk melengkapai bacaan Roehana, ayahnya sengaja berlangganan surat
kabar anak-anak terbitan Medan, Berita Kecil.Di tempat baru ini, Roehana
memulai kebiasaannya membaca buku dengan suara lantang.Kebiasaan yang
dilakukannya di tempat umum ataupun teras rumah awalnya dianggap aneh dan membuat
heran orang sekelilingnya.
Namun, lambat laun,
suara lantangnya menarik para tetangga untuk ikut belajar membaca dan menulis.
Inilah yang menjadi awal jalan perjuangannya.
Diambil tanggal 12 mei 2020 pukul 14:00
KH Hasyim Asy’ari
dilahirkan pada tanggal 10 April 1875 atau menurut penanggalan arab pada
tanggal 24 Dzulqaidah 1287H di Desa Gedang, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang,
Jawa Timur. Beliau wafat pada tanggal 25 Juli 1947 yang kemudian dikebumikan di
Tebu Ireng, Jombang.KH Hasyim Ashari merupakan anak ketiga dari 11 bersaudara.
Dari garis keturunan ibunya, KH Hasyim Ashari merupakan keturunan kedelapan
dari Jaka Tingkir (Sultan Pajang). dari Ayah dan Ibunya KH Hasyim Ashari
mendapat pendidikan dan nilai-nilai dasar Islam yang kokoh.Sejak anak-anak,
bakat kepemimpinan dan kecerdasan KH Hasyim Ashari memang sudah nampak.
Di antara teman
sepermainannya, ia kerap tampil sebagai pemimpin.Dalam usia 13 tahun, ia sudah
membantu ayahnya mengajar santri-santri yang lebih besar ketimbang dirinya.
Usia 15 tahun Hasyim meninggalkan kedua orang tuanya, berkelana memperdalam
ilmu dari satu pesantren ke pesantren lain. Tahun 1893, ia berangkat lagi ke Tanah Suci. Sejak
itulah ia menetap di Mekkah selama 7 tahun dan berguru pada Syaikh Ahmad Khatib
Minangkabau, Syaikh Mahfudh At Tarmisi, Syaikh Ahmad Amin Al Aththar, Syaikh
Ibrahim Arab, Syaikh Said Yamani, Syaikh Rahmaullah, Syaikh Sholeh Bafadlal,
Sayyid Abbas Maliki, Sayyid Alwi bin Ahmad As Saqqaf, dan Sayyid Husein Al
Habsyi.Tahun 1899 pulang ke Tanah Air, Hasyim mengajar di pesanten milik
kakeknya, Kyai Usman.
Tak lama kemudian ia mendirikan Pesantren
Tebuireng. Kyai Hasyim bukan saja Kyai ternama, melainkan juga seorang petani
dan pedagang yang sukses.Tanahnya puluhan hektar. Dua hari dalam seminggu,
biasanya Kyai Hasyim istirahat tidak mengajar. Saat itulah ia memeriksa sawah-sawahnya.Kadang
juga pergi Surabaya berdagang kuda, besi dan menjual hasil pertaniannya. Dari
bertani dan berdagang itulah, Kyai Hasyim menghidupi keluarga dan pesantrennya.Tahun
1899, Kyai Hasyim membeli sebidang tanah dari seorang dalang di Dukuh Tebuireng.
Letaknya kira-kira 200 meter sebelah Barat Pabrik Gula Cukir, pabrik yang telah
berdiri sejak tahun 1870.Dukuh Tebuireng terletak di arah timur Desa Keras,
kurang lebih 1 km.
Di sana beliau
membangun sebuah bangunan yang terbuat dari bambu (Jawa: tratak) sebagai tempat
tinggal.Dari tratak kecil inilah embrio Pesantren Tebuireng dimulai. Kyai
Hasyim mengajar dan salat berjamaah di tratak bagian depan, sedangkan tratak
bagian belakang dijadikan tempat tinggal.Saat itu santrinya berjumlah 8 orang,
dan tiga bulan kemudian meningkat menjadi 28 orang. Setelah dua tahun membangun
Tebuireng, Kyai Hasyim kembali harus kehilangan istri tercintanya, Nyai
Khodijah.Saat itu perjuangan mereka sudah menampakkan hasil yang
menggembirakan. Kyai Hasyim kemudian menikah kembali dengan Nyai Nafiqoh, putri
Kyai Ilyas, pengasuh Pesantren Sewulan Madiun.Dari pernikahan ini Kyai Hasyim
dikaruniai 10 anak, yaitu: (1) Hannah, (2) Khoiriyah, (3) Aisyah, (4) Azzah,
(5) Abdul Wahid, (6) Abdul Hakim (Abdul Kholik), (7) Abdul Karim, (8)
Ubaidillah, (9) Mashuroh, (10) Muhammad Yusuf.
Diambil tanggal 12 mei 2020 pukul 14:00
5.Prof. Dr. R. Slamet Iman Santoso
Prof. Dr. R.
Slamet Iman Santoso (lahir di Wonosobo, 7 September 1907 – meninggal di
Jakarta, 9 November2004 pada umur 97 tahun) adalah seorang pakar psikologi
Indonesia. Ia memelopori berdirinya Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
dan menjabat sebagai dekan pertama fakultas tersebut.
Ia menempuh
pendidikannya di Europeesche Lagere School (ELS) dan Hollandsch Inlandsche
School antara tahun 1912 dan 1920; Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di
Magelangpada tahun 1920 hingga 1923; MAS-B di Yogyakarta pada 1923 hingga 1926;
Indische Arts STOVIA pada tahun 1926 hingga 1932; dan Geneeskunde School of
Arts Batavia Sentrum pada 1932 hingga 1934.
Slamet Iman
Santoso menduduki posisi Pembantu Rektor I ketika Sjarif Thajeb (1962–1964) dan
Sumantri Brodjonegoro (1964–1973) menjabat sebagai Rektor UI. Menyusul kematian
Sumantri Brodjonegoro pada tahun 1973 ketika tengah menjabat sebagai rektor,
Slamet Iman Santoso ditunjuk menjadi Pejabat Rektor UI. Ia mengakhiri
jabatannya pada tahun 1974, ketika jabatan itu beralih ke Mahar Mardjono.
Penghargaan
yang telah didapatkannya, yaitu sebagai penerima bintang Mahaputra Utama III
pada tahun 1973 dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada tahun 1989, dan
penghargaan Wahidin Sodiro Hoesodo. Selanjutnya, beliau juga pernah menjabat
sebagai direktur Rumah Sakit Jiwa Gloegoer, Medan pada tahun 1937-1938.
Slamet Iman
Santoso dikenal juga sebagai orang pertama yang mengusulkan gagasan di dunia
pendidikan tentang pentingnya satu acuan yang sama untuk semua jenjang
pendidikan di Indonesia. Gagasan tersebut beliau sampaikan pada 1979 hingga
1981.
Slamet Iman
Santoso juga pernah menjadi salah seorang tokoh yang memberikan kritik terhadap
minimnya gaji guru yang diberikan negara. Selain gagasan dan kritik di dunia
pendidikan, beliau juga berperan di dalamnya sebagai salah seorang perintis
program penerimaan mahasiswa baru melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi
Negeri (UMPTN) yang kini dikenal dengan SNMPTN.
Slamet Imam
Santoso meninggal pada usia 97 tahun pada Selasa, 9 November 2004. Istri beliau
telah meninggal lebih dulu pada November 1983.
Diambil tanggal 12 mei 2020 pukul 14:00
Diambil tanggal 12 mei 2020 pukul 14:00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar